Rabu, 01 Februari 2012

Memahami Ijma’ Sahabat Terkait Kewajiban Menegakan Khilafah

Salah satu dasar dari nash akan wajibnya menegakan syariah Islam dan khilafah adalah bersumber dari ijma’ sahabt. Namun dikalangan aktivis pejuang khilafah itu sendiri ada juga yang masih keliru dalam memahami dalil dari ijma’ sahabat tersebut. Salah satunya dengan mengatakan bahwa ijma’ sahabat sepakat bahwa haram hukumnya kaum muslim hidup tanpa adanya seorang Imamah atau khalifah lebih dari tiga hari tiga malam, sebagaimana para sahabat yang tidak mengubur jenazah nabi selama tiga hari tiga malam, dan lebih mendahulukan mengangkat Abu Bakar sebagai seorang Imam/khalifah yang bertugas menggantikan kepemimpinan nabi Muhammad saw setelah beliau wafat.
Benarkah pernyataan tersebut? Sekilas tampak benar, namun sebenarnya sangat keliru. Memang para sahabat lebih mendahulukan memilih siapa pengganti Rasulullah saw sebagai pemimpin, ketimbang mendahulukan mengubur jenazah beliau. Namun bukan berarti bias dikatakan bahwa ijma’ sahabat nya adalah “tiga hari tiga malam” tersebut. Perlu kajian cermat. Sehingga tidak mudah mengatakan bahwa ijma’ sahabat akan kewajiban khilafah adalah begini dan begitu.
Perlu di kaji secara cermat proses wafat nya Rasulullah hingga proses menguburkan jenazah beliau, beserta aktivitas para khulafur rasyidin pasca wafatnya Rasulullah saw.
Semasa Sakit Beliau
Dua bulan setelah menunaikan ibadah Haji Wadak (haji terkahir), Nabi mengalami demam. Badannya mulai lemah. Meskipun demikian ia tetap memimpin salat berjemaah.
Namun setelah merasa sangat lemah, ia menunjuk Abu Bakar menjadi penggantinya sebagai imam shalat. Dalam sirah nabawiyah kita bisa membaca dan melihat bahwa waktu itu ketika Rasulullah saw sakit, Umar kemudian berinisiatif menjadi Imam sholat bagi kaum muslim.
Suara takbir yang diucapkan oleh Umar ketika sholat terdengar oleh Rasulullah. Kemudian Rasulullah mengatakan bahwa “Allah dan kaum muslim tidak menyukai ini, dimana Abu Bakar? Suruhlah dia untuk memimpin sholat berjama’ah kaum muslim”, perintah Rasulullah. Lalu kemudian Abu Bakar kemudian memimpin kaum muslim untuk sholat secara berjama’ah.
Pernah suatu ketika tatkala Abu Bakar sedang memimpin sholat berjam’ah, Rasulullah yang sebelumnya sakit, datang menghampiri sholat para sahabat tersebut, hampir saja Abu Bakar mundur untuk memberi tempat kepada nabi memimpin sholat, namun nabi member isyarat agar sholat tetap diteruskan dengan Imam sholat sahabatnya Abu Bakar Siddik ra tersebut.
Pada waktu itu kaum muslim melihat wajah Rasulullah tampak sehat, dan mereka tidak pernah melihat dan merasakan Rasulullah sesehat kala itu. Para sahabat pun bergembira karena mengira bahwa Rasulullah saw telah sehat dan pulih seperti sedia kala.
Wafatnya Rasulullah saw

Namun akhirnya pada tanggal 12 Rabiulawal 11 H atau 8 Juni 632 M, di usia 63 tahun Allah swt telah mewafatkan beliau.
Namun tahukah kita apa yang terjadi pada hari wafatnya Rasulullah saw? Jenazah beliau belum diurusi oleh para sahabat. Padahal Rasulullah saw adalah orang yang paling dicintai oleh para sahabatnya dibandingkan kecintaan mereka kepada keluarga dan harta mereka sendiri. Sebagaimana mereka mengamalkan hadist yang pernah Rasulullah saw ucapkan :
Hadis riwayat Anas bin Malik ra., ia berkata:
Nabi saw. bersabda: ” Seorang hamba (dalam hadis Abdul Warits, seorang laki-laki) tidak beriman sebelum aku lebih dicintainya dari keluarganya, hartanya dan semua orang”.
Namun mengapa jenazah yang paling mereka cintai itu mereka seolah abaikan? Tidak mereka urusi? Apa yang dilakukan oleh para sahabat kala itu?
Para sahabat sebagian berkumpul di bani saqifah, sebagian lagi berdiam diri, dan para ahlul bait nabi menutup pintu rumah Aisyah yang di dalamnya terdapat jenazah Rasul yang mulia tersebut.
Apa yang dilakukan para sahabat di bani saqifah?
Ketika Rasulullah wafat, sebagian sahabat baik golongan Anshar dan Muhajirin berkumpul di bani saqifah. Mereka sedang berdebat tentang siapa yang berhak menggantikan kepemimpinan Rasulullah dalam mengurusi umat sepeninggal beliau. Masing-masing dari golongan Anshar dan Muhajirin saling merasa bahwa mereka lah yang berhak menjadi pengganti tongkat estafet kepemimpinan tersebut.
Kaum Anshar merasa lebih berhak karena mereka adalah “tuan rumah” di tanah mereka di Madinah. Sedangkan golongan Muhajirin lebih merasa mereka yang berhak menjadi pemimpin karena mereka adalah orang-orang dari quraysi, sebagaimana Rasulullah pernah bersabda :
‘’Pemimpin adalah dari orang Quraisy,’ maka janganlah kalian bersaingan dengan saudara-saudara kalian kaum Muhajirin dalam anugerah yang dilimpahkan Allah bagi mereka…”
Perselisihan diantara para sahabat Rasulullah tersebut hamper saja menyebabkan pertikaian diantara mereka yang bisa berujung kepada pertumpahan darah.
Para sahabat kemudian melaporkan kejadian itu kepada Abu Bakar, dan meminta Abu bakar untuk mengatasi masalah itu.
Akhirnya setelah terjadinya musyawarah antara kaum Anshar dan Muhajarin kemudian terpilihlah Abu Bakar untuk menjadi Imam/Khalifah bagi kaum muslim. Semua sahabat ridha akan keputusan tersebut dan tidak ada satupun yang mengingkarinya.
Setelah terpilih abu Bakar ra sebagai khalifah, kemudian para sahabat memulai proses mengurus jenazah yang mulia Nabi Muhammad saw. Proses dari sholat hingga memakamkan jenazah rasulullah terjadi selama kurang lebih 2 hari 3 malam, bukan karena lamanya proses pemilihan Abu Bakar sebagai khalifah walaupun itu juga merupakan aktivitas yang memakan waktu cukup lama karena kaum muhajirin dan anshar sempat bersitegang di saqifah bani sa’adah, namun juga ditambah masalah dimana menguburkan jenzah nabi dan setelah itu akibat dari banyaknya yang ingin mensholatkan jenazah Rasulullah saw. Sehingga dari wafatnya Rasulullah, mengurusi jenazah beliau hingga menguburkannya memakan waktu 2 hari 3 malam. Jadi bukan hanya karena proses pemilihan Abu Bakar ra sebagai khalifah pengganti nabi Muhammad saw.
Masa Khulafaur Rasyidin
Ketika Umar tertikam, kaum Muslim memintanya untuk menunjuk penggantinya, namun Umar menolaknya. Setelah mereka terus mendesak, beliau menunjuk enam orang, yakni mengajukan calon sebanyak enam orang kepada kaum Muslim. Kemudian beliau menunjuk Suhaib untuk mengimami masyarakat dan untuk memimpin enam orang yang telah beliau calonkan itu hingga terpilih seorang khalifah dari mereka dalam jangka waktu tiga hari, sebagaimana yang telah beliau tentukan bagi mereka. Beliau berkata kepada Suhaib, “…. Jika lima orang telah bersepakat dan meridhai seseorang (untuk menjadi khalifah, peny.), sementara yang menolak satu orang, maka penggallah orang yang menolak itu dengan pedang….” Demikianlah, itu terjadi sebagaimana yang diceritakan oleh ath-Thabari dalam Târîkh ath-Thabari, oleh Ibn Qutaibah pengarang buku Al- Imâmah wa as-Siyâsah—yang lebih dikenal dengan sebutan Târîkh al-Khulafâ’, dan oleh Ibn Saad dalam Thabaqât al-Kubrâ. Kemudian Umar menunjuk Abu Thalhah al-Anshari bersama lima puluh orang lainnya untuk mengawal mereka. Beliau menugasi Miqdad untuk memilih tempat bagi para calon itu untuk mengadakan pertemuan. [kitab Azhijatul Daulah halaman 47].
Imam al-Bukhari mengeluarkan riwayat dari jalan al-Miswar bin Mukhrimah yang berkata, “Abdurrahman mengetuk pintu rumahku pada tengah malam, Ia mengetuk pintu hingga aku terbangun. Ia berkata, ‘Aku melihat engkau tidur. Demi Allah, janganlah engkau
menghabiskan tiga hari ini——yakni tiga malam—dengan banyak tidur.’” [kitab Azhijatul Daulah halaman 48].
Menurut yang saya fahami, ketika mengkaji kitab Ajhizatu ad Daulah al Khilafah ada dua ijma’ sahabat akan persoalan tersebut.
1.Para sahabat bersepakat bahwa kewajiban menegakan khilafah itu adalah kewajiban yang harus disegerakan disbanding kewajiban yang lain, tanpa meninggalkan kewajiban yang lain tersebut. Contohnya adalah apa yang bias kita lihat dari proses wafatnya Rasulullah saw. ada kewajiban lain yang dilakukan oleh para sahabat dibanding mendahulukan kewajiban memakamkan jenazah rasulullah, yakni memilih seorang Imam/Khalifah sebagai pengatur urusan kaum muslimin. Timbul pertanyaan, kenapa mereka para sahabat tidak mendahulukan mengurusi jenazah Rasulullah saw terlebih dahulu daripada memilih seseorang untuk menjadi seorang pemimpin? Jawabannya adalah karena para sahabat faham dan sadar bahwa wajib hukumnya hidup di bawah seorang pemimpin yang akan mengurusi urusan mereka. Ini bisa kita lihat bagaimana sikap menundanya mereka untuk menyegerakan mengurusi jenazah yang mulia tersebut. Mereka menunda mengurusi jenazah tersebut dan lebih memilih kewajiban yang lain.
Dan perbuatan para sahabat ini tidak diingkari oleh satupun sahabat, artinya ini menjadi ijma’ sahabat atau kesepakatan para sahabat. Bahwa para sahabat bersepakat bahwa kewajiban untuk menegakan khilafah/Imamah untuk mencari seorang khalifah/Imam untuk mengatur urusan kaum muslimin seluruhnya adalah sebuah kewajiban, dimana kewajiban tersebut adalah kewajiban yang paling agung, dibanding kewajiban yang lain.
2.Para sahabat yakni pada masa khulafaur Rasyidin, atau tepatnya pada masa Umar sebagai khalifah, telah menetapkan masa lamanya kaum muslimin untuk menentukan siapa pengganti beliau sebagai khalifah, yakni selama tiga hari tiga malam. Hal ini bias kita lihat dari apa yang disampaikan oleh Umar kepada Suhaib yang bisa kit abaca dari penjelasan di atas. Termasuk riwayat dari Imam Bukhari di atas. Apa yang dilakukan oleh Umar beserta para sahabat lain yang menentukan jangka waktu selama tiga hari tiga malam itulah yang mejadi ijma’ sahabat, dimana memang faktanya tidak ada seorang pun mengingkari apa yang dilakukan oleh Umar dan para sahabat lain. Sehingga hal tersebut kemudian menjadi Ijma sahabat. Yakni bahwa kaum muslimin tidak boleh hidup tanpa adanya seorang khalifah/Imam lebih dari tiga hari tiga malam.
Kesimpulan
Maka tidak tepat jika selama ini ada yang menjelaskan bahwa ijma’ sahabat sepakat bahwa haram hukumnya kaum muslim hidup tanpa adanya seorang Imamah atau khalifah lebih dari tiga hari tiga malam, sebagaimana para sahabat yang tidak mengubur jenazah nabi selama tiga hari tiga malam, dan lebih mendahulukan mengangkat Abu Bakar sebagai seorang Imam/khalifah yang bertugas menggantikan kepemimpinan nabi Muhammad saw setelah beliau wafat.
Yang benar dalam perkara ini adalah adanya dua ijma’ sahabat. Yakni yang pertama adalah bahwa :
1.para sahabat bersepakat bahwa kewajiban untuk menegakan khilafah/Imamah untuk mencari seorang khalifah/Imam untuk mengatur urusan kaum muslimin seluruhnya adalah sebuah kewajiban, dimana kewajiban tersebut adalah kewajiban yang paling agung, dibanding kewajiban yang lain.
2.bahwa kaum muslimin tidak boleh hidup tanpa adanya seorang khalifah/Imam lebih dari tiga hari tiga malam.
Wallahu A’lam bis showab.