Jumat, 23 Desember 2011

Dari dialog kematian dalam adat jawa

1. tentang tahlilan.

komentar ana : perkara spt ini harus jeli dalam melihatnya, jangan asal vonis. itu namanya jumud dalam berfikir. coba lihat di Fiqhus Sunnah bahwa Imam Ahmad dan banyak ulama golongan Hanafi menganut memang menyatakan bahwa itu bid’ah. Akan tetapi orang-orang terdahulu dari golongan Hanafi berpendapat bahwa tidak ada salahnya duduk bukan di masjid dalam waktu tiga hari untuk ta’ziyah, asal tidak melakukan hal-hal yang terlarang. (Fiqhus Sunnah edisi terjemah juz II hal 203 – 204)

persoalan hal2 terlarang itulah yang harus di kaji, apa amalan yang termasuk terlarang tsb. bukan sebatas melihat esensi tahlilannya. tapi apa yang di kerjakan di tahlilan itu.

mari kita lihat aktivitas di tahlilan.

a. baca al qur'an.

Imam Nawawi berkata,”Yang lebih terkenal dan mazhab Syafi’i bahwa hal itu tidaklah sampai.”

Ahmad bin Hambal dan para sahabat Syafi’i berpendapat bahwa hal itu sampai kepada si mayit.

apa antum berani menyalahkan pendapat Imam ahmad dan Imam syafe'i?

2. takziyah.

Ta’ziyah ini hukumnya sunnah sebagaimana sabda Rasulullah saw tatkala beliau melewati seorang wanita yang sedang menangisi anaknya yang meninggal, Beliau mengatakan,”Bertaqwalah kepada Allah dan bersabarlah.” Kemudian beliau bersabda lagi,”Sesungguhnya sabar itu pada saat pertama kali.” (HR. Bukhori dan Muslim) dan juga sabdanya saw,”Tidak seorang mukmin pun datang berta’ziyah kepada saudaranya yang ditimpa musibah, kecuali akan diberi pakaian kebesaran oleh Allah pada hari kiamat.” (HR. Ibnu Majah dan Baihaqi)

3. masalah makanan yang di adakan di tahlilan tsb.

saya ketika di tanya persoalan ini, sering saya katakan bahwa memang tidak ada dasarnya untuk pihak keluarga untuk membuat makanan, yang ada adalah dari masyarakat sekitarnya. sesuai hadist :

Hadits yang diriwayatkan dari Abdullah bin Ja’far bahwa Rasulullah saw bersabda,”Buatkanlah untuk keluarga Ja’far makanan karena dia sedang disibukkan oleh satu urusan.” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah)

Dari Jarir bin Abdullah al Bajaliy mengatakan,”Kami menganggap bahwa berkumpul di rumah keluarga mayit dan membuat makanan sama dengan meratapi mayat.” (HR. Ibnu Majah)
Ibnu Humam dalam Fathil Qodir Syarhul Hidayah mengatakan,”Disunnahkan bagi tetangga dari keluarga yang meninggal dan para kerabatnya yang jauh untuk mempersiapkan makanan bagi mereka yang dapat mengenyangkan mereka sehari semalam. “ (Aunul Ma’bud juz VII hal. 119, Makatabah Syamilah)

jadi sunnah hukumnya jika makanan tsb di buatkan oleh para tetangga, bukan sebaliknya. ini bisa kita lihat di penjelasan di Tuhfatul Ahwaziy juz III hal 54 Maktabah Syamilah oleh Al Qoriy yang berkata, "”Pembuatan makanan yang dilakukan oleh keluarga si mayit untuk menyajikan orang-orang yang berkumpul baginya adalah bid’ah makruhah sehingga tepat apa yang diriwayatkan oleh Jarir diatas,’Bahwa kami menganggapnya bagian dari meratapi.” Dan hal ini tampak keharamannya.”

jadi sebaiknya antum tanya lagi ke beliau, apakah yang beliau bolehkan ikut makan itu makanannnya di buat oleh keluarga si mayit atau para tetangga?

jadi bisa kita simpulkan bahwa:

# Bahwa amal-amal yang dilakukan, seperti dzikir, doa, sedekah yang pahalanya untuk dikirimkan kepada si mayit diperbolehkan.Khusus pengiriman pahala bacaan Al Qur’an, ---seperti al Fatihah, Yasin atau yang lainnya—kepada si mayit hendaklah dilakukan ikhlas karena Allah, tanpa mengeluarkan atau meminta bayaran.

# Penyediaan makanan dan minuman bagi para penta’ziyah atau para hadirin haruslah disiapkan oleh para tetangga atau keluarga jauh dari si mayit tanpa membebankan keluarga dekat si mayit. Dalam penyediaan ini juga harus dihindari kemubadziran dalam penyediaannya.

masih berani mengatakan itu perkara yang bukan khilafiyah?


3. datang ke kuburan.

ziarah ke kuburan itu sunnah. saya fikir antum tahu dalilnya.

adapun ketika meminta do'a di kuburan tsb sebagaimana yang antum tuduhkan ke beliau, maka jika itu benar, maka ijinkan saya untuk tahu siapa beliau dan krosscek ke beliau, jika tidak benar, maka bersegeralah antum bertobat.
kemudian persoalan membaca al qur'an di kuburan yang menurut antum perbuatan nyleneh.

mungkin yang antum maksudkan adalah membaca ayat2 tertentu spt surat yasin.

ok, saya fikir, sebaiknya antum buat madzhab baru, sehingga bisa menandingin madzhab lain. apalagi menurut antum perbuatan tsb adalah perbuatan yang aneh2.

coba lihat pandangan para Imam madzhab dalam hal ini.

Abu Hanifah, Malik dan Ahmad dibanyak riwayatnya menyebutkan bahwa membaca Al Qur’an diatas makam adalah makruh.

Ahmad didalam riwayat terakhirnya memberikan keringan (rukhshah) tentang membaca Al Qur’an diatas kuburan ketika telah sampai kepada dirinya berita bahwa Abdullah bin ’Amr pernah berwasiat agar dibacakan pembukaan dan penutupan surat Al Baqoroh saat memakamkan dirinya. Juga dinukil dari sebagian orang-orang Anshor bahwa dia pernah berwasiat agar membacakan surat Al Baqoroh saat memakamkan dirinya.

Sedangkan pendapat yang ketiga adalah yang memisahkan antara membaca Al Qur’an saat memakamkan dan membacanya setelah dimakamkan. Mereka berpendapat bahwa membaca Al Qur’an setelah dimakamkan adalah perbuatan bid’ah yang tidak memiliki landasan.

masih mau bilang ini bukan khilafiyah?

Di dalam kitab “al Mughni” oleh Ibnu Qudamah disebutkan: Ahmad bin Hanbal mengatakan,”Segala kebajikan akan sampai kepada si mayit berdasarkan nash-nash yang ada tentang itu, karena kaum muslimin biasa berkumpul di setiap negeri kemudian membaca Al Qur’an dan menghadiahkannya bagi orang yang mati ditengah-tengah mereka dan tidak ada yang menentangnya, hingga menjadi kespekatan.”

hanya saja mereka yg mengatakan bahwa pahala bacaan al Qur’an itu sampai kepada si mayit mensyaratkan bahwa yang membacanya tidak diperbolehkan menerima upah dari bacaannya tersebut. Dan jika dia mengambil upah atas bacaaannya itu maka yang demikian diharamkan bagi si pemberi dan si penerima serta tidak ada pahala baginya atas bacaannya itu., seperti yang diriwayatkan oleh Ahmad, Thabrani, Baihaqi dari Abdurrahman bin Syibl bahwasanya Nabi saw bersabda,”Bacalah al Qur’an, amalkanlah…. dan janganlah engkau kekeringan darinya, janganlah terlalaikan darinya, janganlah makan dengannya dan janganlah memperbanyak harta dengannya.” (Fiqhus Sunnah juz I hal 569 Maktabah Syamilah)
kemudian persoalan qunut yang juga menurut antum nyleneh.

hm... saya rasa tidak perlu mengutip persoalan ini, karena para Imam madzhab pun berbeda pendapat, spt pendapat yang membolehkan dari Imam syafe'i. . cukup saya kutipkan pendapat yang cukup bijak dalam hal ini. lihat pendapat Syaikh Ibnu ‘Utsaimin yang mengatakan:

“Oleh karena itu, seandainya imam membaca qunut shubuh, maka makmum hendaklah mengikuti imam dalam qunut tersebut. Lalu makmum hendaknya mengamininya sebagaimana Imam Ahmad rahimahullah memiliki perkataan dalam masalah ini. Hal ini dilakukan untuk menyatukan kaum muslimin"

saya ingatkan antum akan perkataan Imam qatadah.

“Barangsiapa TIDAK MENGETAHUI perselisihan ‘ulama, hidungnya BELUM mencium bau fiqih” (lihat dalam Jami’ Bayanil Ilmi, Ibnu Abdil Barr 2/814-815)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar