Senin, 26 Desember 2011

Nifak & Mudahanah

Salah satu sifat yg sangat
tercela dlm Islam disamping
NIFAQ adalah MUDAHANAH.
Yaitu suatu gambaran sifat
ketidak konsistenan terhadap ajaran Islam yg dianutnya
atau diyakini kebenarannya,
karena mengharapkan sesuatu
keuntungan duniawi. Kemunafikan dlm ajaran Islam
merupakan gambaran
terselubungnya penolakan
atau pengingkaran terhadap
Agama Islam dgn
penampakan simbol2 keislaman, sedangkan
MUDAHANAH merupakan
suatu sinyal adanya
kelemahan iman, atau ketidak
beresan keyakinannya,
sepertinya malu atau takut dlm memperlihatkan ke
Islamannya. MUNAFIQ adalah orang yg
menyembunyikan kekufuran
dibalik penampakan
dhohirnya yg seolah olah
mu'min. MUDAHIN yaitu orang yg
menyembunyikan Daulah
imannya, karena takut atau
malu jika konsekwen
terhadap ajaran agamanya. MUNAFIQ adalah orang yg
penakut, karena takut
terbongkar kekufurannya. Sedangkan MUDAHIN orang
muslim yg penakut karena
takut ketahuan bahwa ia
seorang muslim.
Ia takut dikatakan sbg orang
yg ketinggalan zaman karena memakai aksesori Islam, takut
di Cap sbg TERORIS bila
mnyuarakan Syari'at Islam,
Jihad, dsb. >>> Asyhadu an laa iLaaha
illallaah, wa Asyhadu anna
muhammadar rasuulullaah.
Fasyhaduu bi annii minal
muslimiin..!! MUDAHANAH akar kata dari
kalimat "Al-Dihanu" yg berarti
"Lemah" atau lesu. Sedangkan Mudahanah dalam
istilah adalah:
"Alfutuuru waddha'fu fii
amriddiini ma'al qudrati 'alat
taghyiiri." (Lemah atau lesu / tdk ada
gairah dlm (menegakkan)
perintah Agama, padahal ia
mampu utk
melaksanakannya) Seperti halnya seseorang yg
diam seribu bahasa (tdk
bereaksi apa2) ketika
menyaksikan kemungkaran
atau kemaksiatan, padahal ia
mampu utk mencegahnya karena beberapa
pertimbangan yg sebenarnya
tdk dpt dijadikan alasan. Dalam keterangan lain
dikatakan, gambaran orang yg
dihinggapi sifat Mudahanah itu
adalah: Engkau melihat kemungkaran
dan mempunyai kemampuan
utk menolaknya atau
mencegahnya, tetapi tdk
engkau lakukan karena
menjaga (kehormatan) sipelakunya atau karena segi2
lainnya, atau karena semakin
kerdilnya perhatian terhadap
Agama. Adanya sifat MUDAHANAH yg
dimiliki orang Muslim, pada
akhirnya dpt mengakibatkan
ajaran Islam tdk eksis lagi.
Bendera2 keIslaman tdk
berkibar. Amar ma'ruf tdk berjalan
sebagaimana mestinya.
Umat Islam diliputi rasa rendah
diri ketika bergaul dgn yg
lainnya. Antara yg Haq dan bathil
semakin menipis batas2nya,
sehingga banyak orang yg
keliru dlm bertindak. Bahkan pada gilirannya timbul
anggapan2 yg ma'ruf dianggap
munkar, yg munkar dianggap
ma'ruf, karena terlalu toleran
terhadap kemunkaran. Sikap Mudahanah inilah yg
sangat diharapkan oleh
musuh2 Islam. Allah Subhanahu wa Ta'ala
berfirman:
"Janganlah engkau ikuti
orang2 yang mendustakan
(ayat2 Allah). Maka mereka
menginginkan supaya kamu bersikap lemah (lunak), lalu
mereka bersikap lunak pula
(kepadamu)."
(QS. Al-Qalam : 8-9) Wallahu A'lamu bish-showab

saya tidak tahu

jangan pernah ragu mengatakan "saya tidak tahu (La adriy)" dan atau "Allah yang lebih tahu (Allahu A'lamu)" terhadap persoalan yang kita memang taidak tahu atau ragu.

“Ketahuilah, menurut keyakinan muhaqqiqin (orang-orang yang sangat mantap ilmunya) bahwa pernyataan ‘saya tidak tahu’ dari seorang ‘alim tidak akan menjatuhkan martabatnya. Sebaliknya, hal itu menunjukkan hebatnya kedudukan, ketakwaan dan kesempurnaan pengetahuannya. Sebab, orang yang sudah sangat mantap ilmunya, tidak masalah jika dia tidak mengetahui beberapa persoalan. Bahkan, pernyataannya: ‘saya tidak tahu’ itu bisa menjadi petunjuk atas ketaqwaannya, dan bahwasanya dia tidak sembarangan/ngawur dalam berfatwa.” – Imam an Nawawi dari Muqaddimah Syarh al-Muhadzdzab.

Imam an-Nawawi berkata, “Diantara bentuk ilmu yang dimiliki seorang ‘alim adalah pernyataan ‘saya tidak tahu’ atau ‘Allah lebih tahu’ dalam persoalan-persoalan yang tidak diketahuinya.”

para sahabatpun tidak ada yang langsung mau menjawab tatkala di berikan sebuah pertanyaan.

‘Abdurrahman bin Abi Layla, beliau berkata, “Saya sempat menjumpai 120 orang Sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Salah seorang dari mereka ditanyai tentang suatu permasalahan, lalu yang ini mengarahkannya kepada yang itu, (demikian seterusnya) sampai akhirnya kembali lagi kepada orang yang pertama.”

atau tengoklah Imam Malik, Dalam muqaddimah kitabnya, Mathlabu al-Iqazh, Imam ‘Abdullah bin Husain Balfaqih berkata, “Hendaklah Anda mengingat apa yang diriwayatkan dari Nabi terpilih, beliau bersabda, “Orang yang paling berani berfatwa diantara kalian adalah orang yang paling berani masuk neraka.” Hendaklah Anda merenungkan keadaan generasi salafus shalih di kalangan Sahabat dan Tabi’in, juga para ulama’ lain sepeninggal mereka, dimana mereka sangat berhati-hati dalam masalah fatwa padahal ilmu mereka sangatlah mantap dan mendalam, ijtihad mereka sangat kuat, dan mereka pun sangat terjauh dari hawa nafsu, sampai-sampai diriwayatkan bahwa Imam Malik hanya menjawab empat pertanyaan dari sekitar 40 pertanyaan yang diajukan kepada beliau, dan untuk selebihnya beliau menjawab: ‘Allah lebih tahu.’”

Jumat, 23 Desember 2011

Dari dialog kematian dalam adat jawa

1. tentang tahlilan.

komentar ana : perkara spt ini harus jeli dalam melihatnya, jangan asal vonis. itu namanya jumud dalam berfikir. coba lihat di Fiqhus Sunnah bahwa Imam Ahmad dan banyak ulama golongan Hanafi menganut memang menyatakan bahwa itu bid’ah. Akan tetapi orang-orang terdahulu dari golongan Hanafi berpendapat bahwa tidak ada salahnya duduk bukan di masjid dalam waktu tiga hari untuk ta’ziyah, asal tidak melakukan hal-hal yang terlarang. (Fiqhus Sunnah edisi terjemah juz II hal 203 – 204)

persoalan hal2 terlarang itulah yang harus di kaji, apa amalan yang termasuk terlarang tsb. bukan sebatas melihat esensi tahlilannya. tapi apa yang di kerjakan di tahlilan itu.

mari kita lihat aktivitas di tahlilan.

a. baca al qur'an.

Imam Nawawi berkata,”Yang lebih terkenal dan mazhab Syafi’i bahwa hal itu tidaklah sampai.”

Ahmad bin Hambal dan para sahabat Syafi’i berpendapat bahwa hal itu sampai kepada si mayit.

apa antum berani menyalahkan pendapat Imam ahmad dan Imam syafe'i?

2. takziyah.

Ta’ziyah ini hukumnya sunnah sebagaimana sabda Rasulullah saw tatkala beliau melewati seorang wanita yang sedang menangisi anaknya yang meninggal, Beliau mengatakan,”Bertaqwalah kepada Allah dan bersabarlah.” Kemudian beliau bersabda lagi,”Sesungguhnya sabar itu pada saat pertama kali.” (HR. Bukhori dan Muslim) dan juga sabdanya saw,”Tidak seorang mukmin pun datang berta’ziyah kepada saudaranya yang ditimpa musibah, kecuali akan diberi pakaian kebesaran oleh Allah pada hari kiamat.” (HR. Ibnu Majah dan Baihaqi)

3. masalah makanan yang di adakan di tahlilan tsb.

saya ketika di tanya persoalan ini, sering saya katakan bahwa memang tidak ada dasarnya untuk pihak keluarga untuk membuat makanan, yang ada adalah dari masyarakat sekitarnya. sesuai hadist :

Hadits yang diriwayatkan dari Abdullah bin Ja’far bahwa Rasulullah saw bersabda,”Buatkanlah untuk keluarga Ja’far makanan karena dia sedang disibukkan oleh satu urusan.” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah)

Dari Jarir bin Abdullah al Bajaliy mengatakan,”Kami menganggap bahwa berkumpul di rumah keluarga mayit dan membuat makanan sama dengan meratapi mayat.” (HR. Ibnu Majah)
Ibnu Humam dalam Fathil Qodir Syarhul Hidayah mengatakan,”Disunnahkan bagi tetangga dari keluarga yang meninggal dan para kerabatnya yang jauh untuk mempersiapkan makanan bagi mereka yang dapat mengenyangkan mereka sehari semalam. “ (Aunul Ma’bud juz VII hal. 119, Makatabah Syamilah)

jadi sunnah hukumnya jika makanan tsb di buatkan oleh para tetangga, bukan sebaliknya. ini bisa kita lihat di penjelasan di Tuhfatul Ahwaziy juz III hal 54 Maktabah Syamilah oleh Al Qoriy yang berkata, "”Pembuatan makanan yang dilakukan oleh keluarga si mayit untuk menyajikan orang-orang yang berkumpul baginya adalah bid’ah makruhah sehingga tepat apa yang diriwayatkan oleh Jarir diatas,’Bahwa kami menganggapnya bagian dari meratapi.” Dan hal ini tampak keharamannya.”

jadi sebaiknya antum tanya lagi ke beliau, apakah yang beliau bolehkan ikut makan itu makanannnya di buat oleh keluarga si mayit atau para tetangga?

jadi bisa kita simpulkan bahwa:

# Bahwa amal-amal yang dilakukan, seperti dzikir, doa, sedekah yang pahalanya untuk dikirimkan kepada si mayit diperbolehkan.Khusus pengiriman pahala bacaan Al Qur’an, ---seperti al Fatihah, Yasin atau yang lainnya—kepada si mayit hendaklah dilakukan ikhlas karena Allah, tanpa mengeluarkan atau meminta bayaran.

# Penyediaan makanan dan minuman bagi para penta’ziyah atau para hadirin haruslah disiapkan oleh para tetangga atau keluarga jauh dari si mayit tanpa membebankan keluarga dekat si mayit. Dalam penyediaan ini juga harus dihindari kemubadziran dalam penyediaannya.

masih berani mengatakan itu perkara yang bukan khilafiyah?


3. datang ke kuburan.

ziarah ke kuburan itu sunnah. saya fikir antum tahu dalilnya.

adapun ketika meminta do'a di kuburan tsb sebagaimana yang antum tuduhkan ke beliau, maka jika itu benar, maka ijinkan saya untuk tahu siapa beliau dan krosscek ke beliau, jika tidak benar, maka bersegeralah antum bertobat.
kemudian persoalan membaca al qur'an di kuburan yang menurut antum perbuatan nyleneh.

mungkin yang antum maksudkan adalah membaca ayat2 tertentu spt surat yasin.

ok, saya fikir, sebaiknya antum buat madzhab baru, sehingga bisa menandingin madzhab lain. apalagi menurut antum perbuatan tsb adalah perbuatan yang aneh2.

coba lihat pandangan para Imam madzhab dalam hal ini.

Abu Hanifah, Malik dan Ahmad dibanyak riwayatnya menyebutkan bahwa membaca Al Qur’an diatas makam adalah makruh.

Ahmad didalam riwayat terakhirnya memberikan keringan (rukhshah) tentang membaca Al Qur’an diatas kuburan ketika telah sampai kepada dirinya berita bahwa Abdullah bin ’Amr pernah berwasiat agar dibacakan pembukaan dan penutupan surat Al Baqoroh saat memakamkan dirinya. Juga dinukil dari sebagian orang-orang Anshor bahwa dia pernah berwasiat agar membacakan surat Al Baqoroh saat memakamkan dirinya.

Sedangkan pendapat yang ketiga adalah yang memisahkan antara membaca Al Qur’an saat memakamkan dan membacanya setelah dimakamkan. Mereka berpendapat bahwa membaca Al Qur’an setelah dimakamkan adalah perbuatan bid’ah yang tidak memiliki landasan.

masih mau bilang ini bukan khilafiyah?

Di dalam kitab “al Mughni” oleh Ibnu Qudamah disebutkan: Ahmad bin Hanbal mengatakan,”Segala kebajikan akan sampai kepada si mayit berdasarkan nash-nash yang ada tentang itu, karena kaum muslimin biasa berkumpul di setiap negeri kemudian membaca Al Qur’an dan menghadiahkannya bagi orang yang mati ditengah-tengah mereka dan tidak ada yang menentangnya, hingga menjadi kespekatan.”

hanya saja mereka yg mengatakan bahwa pahala bacaan al Qur’an itu sampai kepada si mayit mensyaratkan bahwa yang membacanya tidak diperbolehkan menerima upah dari bacaannya tersebut. Dan jika dia mengambil upah atas bacaaannya itu maka yang demikian diharamkan bagi si pemberi dan si penerima serta tidak ada pahala baginya atas bacaannya itu., seperti yang diriwayatkan oleh Ahmad, Thabrani, Baihaqi dari Abdurrahman bin Syibl bahwasanya Nabi saw bersabda,”Bacalah al Qur’an, amalkanlah…. dan janganlah engkau kekeringan darinya, janganlah terlalaikan darinya, janganlah makan dengannya dan janganlah memperbanyak harta dengannya.” (Fiqhus Sunnah juz I hal 569 Maktabah Syamilah)
kemudian persoalan qunut yang juga menurut antum nyleneh.

hm... saya rasa tidak perlu mengutip persoalan ini, karena para Imam madzhab pun berbeda pendapat, spt pendapat yang membolehkan dari Imam syafe'i. . cukup saya kutipkan pendapat yang cukup bijak dalam hal ini. lihat pendapat Syaikh Ibnu ‘Utsaimin yang mengatakan:

“Oleh karena itu, seandainya imam membaca qunut shubuh, maka makmum hendaklah mengikuti imam dalam qunut tersebut. Lalu makmum hendaknya mengamininya sebagaimana Imam Ahmad rahimahullah memiliki perkataan dalam masalah ini. Hal ini dilakukan untuk menyatukan kaum muslimin"

saya ingatkan antum akan perkataan Imam qatadah.

“Barangsiapa TIDAK MENGETAHUI perselisihan ‘ulama, hidungnya BELUM mencium bau fiqih” (lihat dalam Jami’ Bayanil Ilmi, Ibnu Abdil Barr 2/814-815)

Apa landasan dalil kalau syariat islam itu bisa tegak dengan sendirinya jika di dalam hatinya telah tertanam kalimat tauhid?

ingat, memang benar, adanya ketaqwaan individu itu adalah syarat tegaknya syariat Islam.

namun syarat ketaqwaan individu itu hanyalah satu diantara 3 pilar lainnya. yakni adanya kontrol masyakarat dimana individu2 tersebut tingal dan berinteraksi, Yakni adanya ketakwaan yang dimiliki secara kolektif oleh masyarakat. Artinya, masyarakat yang takwa adalah masyarakat yang peduli terhadap penerapan syariat Islam, dan peduli juga terhadap setiap bentuk pelanggaran syariat. Masyarakat harus membenci seluruh perkara yang dibenci Allah, dan masyarakat harus mencintai apa yang dicintai Allah SWT. Dan ini bisa terwujud apabila amar ma’ruf dan nahyi munkar dilakukan oleh setiap individu masyarakat. Sebagai contoh, ketika ada seseorang yang terlihat melakukan pelanggaran syariat baik disengaja ataupun tidak. Misal, ada seorang muslimah yang membuka aurat/tidak berjilbab di muka umum, atau ada dua orang laki-laki perempuan bukan mahrom yang berdu-duaan, atau melakukan bentuk kemaksiatan lainnya. Maka semua orang yang ada disekitarnya, akan mengingatkan dan mencegahnya agar menghentikan kemaksiatannya itu. Jika semua orang, secara kolektif melakukan kontrol semacam ini, sudah tentu tidak akan ada yang berani melakukan pelanggaran sekecil apapun di muka umum. Karena ketatnya kontrol masyarakat terhadap setiap orang.

dan yang ketiga adanya negara yang menerapkan aturan islam untuk mengayomi masyarakat itu sendiri. dan inilah pilar yang seringkali dilupakan yakni adanya kekuasaan atau negara yang menerapkan syariat Islam secara sempurna kepada rakyatnya. Pilar negara ini sesungguhnya yang akan menyempurnakan dua pilar sebelumnya yakni ketakwaan individu dan kontrol masyarakat. Karena negaralah yang mampu menerapkan Islam berikut melaksanakan hukum-hukum dan sanksi-sanki terhadap setiap pelanggaran. Negaralah yang bisa melaksanakan hukum potong tangan bagi pencurian, yang bisa melaksanakan hukum cambuk bagi perzinahan, bahkan negara bisa menghukum orang –orang yang meninggalkan sholat, meninggalkan puasa dan pelanggaran lainnya. Ringkasnya, dengan adanya negara yang menerapkan Islam, kemungkinan besar seluruh syariat Islam akan dapat dilaksanakan berikut sanksi-sanksi terhadap pelanggaran pun dapat dilaksanakan. Tetapi sebaliknya, tanpa negara yang menerapkan Islam, akan banyak hukum-hkum yang terlalaikan bahkan sulit diterapkan.

jadi, adanya ketaqwaan individu saja tidak cukup untuk menegakan syariat Islam.

Kamis, 22 Desember 2011

Hari ini special bagi seorang ibu? Memangnya hari-hari yang lain tidak special?

Peringatan Mother’s Day di sebagian negara Eropa, dahulu mendapat pengaruh dari kebiasaan memuja Dewi Rhea, istri Dewa Kronos, dan ibu para dewa dalam sejarahYunani kuno. Maka, di negara-negara tersebut, peringatan Mother’s Day jatuh pada bulan Maret.
Di Amerika Serikat dan lebih dari 75 negara lain, seperti Australi...a, Kanada, Jerman, Italia, Jepang, Belanda, Malaysia, Singapura, Taiwan, dan Hongkong, peringatan Mother’s Day jatuh pada hari Minggu kedua bulan Mei karena pada tanggal itu pada tahun 1870 aktivis sosial Julia Ward Howe mencanangkan pentingnya perempuan bersatu melawan perang saudara.

Ah.. tau kah anda sejarah mengapa di Indonesia pada tanggal 22 Desember selalu diperingati sebagai hari ibu?
Sejarah Hari Ibu diawali dari bertemunya para pejuang wanita dengan mengadakan Kongres Perempuan Indonesia I pada 22-25 Desember 1928 di Yogyakarta, di gedung Dalem Jayadipuran yang sekarang berfungsi sebagai kantor Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional dan beralamatkan di Jl. Brigjen Katamso. Kongres dihadiri sekitar 30 organisasi perempuan dari 12 kota di Jawa dan Sumatera. Hasil dari kongres tersebut salah satunya adalah membentuk Kongres Perempuan yang kini dikenal sebagai Kongres Wanita Indonesia (Kowani).
Organisasi perempuan sendiri sudah ada sejak 1912, diilhami oleh perjuangan para pahlawan wanita abad ke-19 seperti Martha Christina Tiahahu, Cut Nyak Dhien, Tjoet Nyak Meutia,R.A. Kartini, Maria Walanda Maramis, Dewi Sartika, Nyai Ahmad Dahlan, dan lain-lain.
Peristiwa itu dianggap sebagai salah satu tonggak penting sejarah perjuangan kaum perempuan Indonesia. Pemimpin organisasi perempuan dari berbagai wilayah se-Nusantara berkumpul menyatukan pikiran dan semangat untuk berjuang menuju kemerdekaan dan perbaikan nasib kaum perempuan. Berbagai isu yang saat itu dipikirkan untuk digarap adalah persatuan perempuan Nusantara, pelibatan perempuan dalam perjuangan melawan kemerdekaan, pelibatan perempuan dalam berbagai aspek pembangunan bangsa, perdagangan anak-anak dan kaum perempuan, perbaikan gizi dan kesehatan bagi ibu dan balita, pernikahan usia dini bagi perempuan, dan sebagainya. Tanpa diwarnai gembar-gembor kesetaraan gender, para pejuang perempuan itu melakukan pemikiran kritis dan aneka upaya yang amat penting bagi kemajuan bangsa.
Penetapan tanggal 22 Desember sebagai perayaan Hari Ibu diputuskan dalam Kongres Perempuan Indonesia III pada tahun 1938. Peringatan 25 tahun Hari Ibu pada tahun 1953dirayakan meriah di tak kurang dari 85 kota Indonesia, mulai dari Meulaboh sampai Ternate.

Tapi mari kita sedikit menepi, tentang apa semua ini…

• Bukan bermaksud mengambil jalan lain dari perayaan Hari Ibu. Tapi,sejatinya ibu lebih, melampaui peringatan-peringatan tersebut. Hari ini tidak berarti apapun dibanding hari-hari itu..

• Ibu, bagi kita adalah jaminan surga. Setiap hari kita dianjurkan mendoakan mereka, mengucapkan sayang kepada mereka, dan mengharapkan kebaikan untuk mereka..

• Ibu, tidak membutuhkan hari spesial hanya sekedar menunjukkan balas jasa anak-anaknya, mereka hanya butuh kita menjadi manusia-manusia shalih perindu surga..

• Pun,Ibu tidak butuh formalitas doa atau ucapan cinta kita. Mereka hanya butuh kita menjadi pelita bagi kegelapan, penunjuk jalan bagi kealpaan..

• Karena ibu-ibu kita adalah manusia pilihan yang melahirkan anak-anak hebat. Siapakah anak-anak hebat? Mereka yang memahami apa makna perjuangan hidup..

• Ibu seperti kupu-kupu yang tidak pernah tau betapa indah sayap-sayap mereka. Ibu mungkin tidak mau tau, karena tugas mereka hanyalah menjadikan indah dunia bagi anak-anak mereka..

• Pernah mendengar kisah seorang lelaki yang mengabdi kepada ibunya yang lumpuh? Lelaki tersebut memandikan, menyucikan hadats ibunya. Ia pun ikhlas mlakukannya

• Begitu terus dari hari ke hari. Tetapi, entah mengapa ia bertanya kepada Umar bin Khatab: "Apakah pengabdianku sudah cukup untuk membalas budi Ibuku?"

• Lalu Umar menjawab: "TIdak! Tidak cukup! Karena kau melakukan itu sembari menunggu kematiannya, sedangkan ibumu merawatmu sembari mengharap kehidupanmu."

• Rekan-rekan, jika hari ini dianggap begitu spesial utk Ibu, maka jauh sebelum itu ibu-ibu kita telah menjadikan seluruh hari-harinya spesial untuk kita!

• Jadi, bakti kita jangan seolah-olah terbayar dengan satu hari. JAUH, JAUH, dan JAUH. Bahkan tidak akan pernah bisa mereposisi hari-hari ibu yang kita renggut.

• "Ya, Rasulullah. Aku ingin ikut dalam peperangan, tapi sebelumnya Aku minta pendapat Anda." Rasulullah SAW bertanya, "Apakah kamu masih punya ibu?"
"Punya," jawabnya. Rasulullah SAW, "Jagalah beliau, karena sesungguhnya surga itu di bawah kedua telapak kakinya." (HR An-Nasai, Ahmad & Ath-Thabarani)

• Mari berbakti kepada Ibu dan bapak kita hari demi hari. Tanpa kalkulasi sebanyak apa mereka "mengabdi" dalam tumbuh-kembang kita. Karena tak akan pernah bisa terbayar.

“Rabbighfir lii waliwaa lidayya warhamhumaa kamaa rabbayaanii shaghiiraa”

“Ya Tuhanku, ampunilah aku dan kedua orang tuaku, dan sayangilah kedua orang tuaku sebagaimana mereka telah memelihara / mendidikku sewaktu aku kecil.”

Rabu, 21 Desember 2011

DOA BAGI SAHABAT WANITA YANG AKAN MENIKAH

Aku berdoa untuk seorang
pria, yang akan menjadi
bagian dari hidup sahabatku Seorang pria yang sungguh
mencintai-Mu lebih dari segala
sesuatu. Seorang pria yang akan
meletakkan sahabatku pada
posisi kedua di hatinya setelah
Engkau seorang pria yang hidup
bukan untuk dirinya sendiri
tetapi untuk-Mu. Seorang pria yang
mempunyai hati sungguh
mencintai dan haus akan
Engkau dan memiliki keinginan untuk
mentauladani sifat-sifat
Agung-Mu. Seorang pria yang mengetahui
bagi siapa dan untuk apa ia
hidup, sehingga hidupnya
tidaklah sia-sia seorang pria yang mempunyai
hati yang bijak bukan hanya
sekedar otak yang cerdas. Seorang pria yang tidak
hanya mencintai sahabatku
tetapi juga menghormatinya seorang pria yang tidak hanya
memujanya tetapi dapat juga
menasehatinya ketika
berbuat salah seorang pria yang
mencintainya bukan karena
kecantikannya tetapi karena
hatinya. Seorang pria yang dapat
menjadi sahabat terbaiknya
dalam tiap waktu dan situasi seorang pria yang dapat
membuatnya merasa sebagai
seorang wanita ketika di
sebelahnya. Seorang pria yang
membutuhkan dukungannya
sebagai peneguhnya seorang pria yang
membutuhkan do'anya untuk
kehidupannya seorang pria yang
membutuhkan senyumannya
untuk mengatasi
kesedihannya seorang pria yang
membutuhkan dirinya untuk
membuat hidupnya menjadi
sempurna. Dan aku juga meminta . Buatlah sahabatku menjadi
seorang perempuan yang
dapat membuat seorang pria
itu bangga berikan dia sebuah hati yang
sungguh mencintai-Mu,
sehingga dia dapat
mencintainya dengan cinta-Mu, bukan
mencintainya dengan sekedar
cinta Berikanlah sifat-Mu yang
lembut sehingga
kecantikannya datang dari-Mu
bukan dari luar dirinya Berikan dia tangan-Mu
sehingga dia selalu berdoa
untuknya. Berikanlah dia penglihatan-Mu
sehingga dia dapat melihat banyak hal baik dalam diri
suaminya dan bukan hal
buruk saja Berikanlah dia mulut-Mu yang
penuh dengan kata-kata
kebijaksanaan-Mu dan
pemberi semangat, sehingga dia dapat
mendukungnya setiap hari,
dan dia dapat tersenyum
padanya setiap pagi. Dan bilamana akhirnya
mereka akan bertemu, aku
berharap mereka berdua
dapat mengatakan "Betapa besarnya Engkau
karena telah memberikan
kepada kami seorang yang dapat membuat
hidup kami menjadi
sempurna". Aku mengetahui bahwa
Engkau menginginkan
mereka bertemu pada waktu
yang tepat dan Engkau akan membuat
segala sesuatunya indah pada
waktu yang Kau tentukan. Amien.

DOA BAGI SAHABAT LAKI- LAKI YANG AKAN MENIKAH

Aku berdoa untuk seorang
wanita , yang akan menjadi
bagian dari hidup sahabatku Seorang wanita yang sungguh
mencintai-Mu lebih dari segala
sesuatu. Seorang wanita yang akan
meletakkan sahabatku pada
posisi kedua di hatinya setelah
Engkau seorang wanita yang hidup
bukan untuk dirinya sendiri
tetapi untuk-Mu. Seorang wanita yang
mempunyai hati sungguh
mencintai dan haus akan
Engkau dan memiliki keinginan untuk
mentauladani sifat-sifat
Agung-Mu. Seorang wanita yang
mengetahui bagi siapa dan
untuk apa ia hidup, sehingga
hidupnya tidaklah sia-sia seorang wanita yang
mempunyai hati yang bijak
bukan hanya sekedar otak
yang cerdas. Seorang wanita yang tidak
hanya mencintai sahabatku
tetapi juga menghormatinya seorang wanita yang tidak
hanya memuja sahabatku
tetapi dapat juga menasehati
ketika dia berbuat salah seorang wanita yang
mencintai sahabatku bukan
karena lahiriahnya tetapi
karena hatinya. Seorang wanita yang dapat
menjadi sahabat terbaiknya
dalam tiap waktu dan situasi seorang wanita yang dapat
membuatnya merasa sebagai
seorang laki-laki ketika di
sebelahnya. Seorang wanita yang
membutuhkan dukungannya
sebagai peneguhnya seorang wanita yang
membutuhkan do'anya untuk
kehidupannya seorang wanita yang
membutuhkan senyumannya
untuk mengatasi
kesedihannya seorang wanita yang
membutuhkan dirinya untuk
membuat hidupnya menjadi
sempurna. Dan aku juga meminta . Buatlah sahabatku itu menjadi
seorang laki-laki yang dapat
membuat seorang wanita itu
bangga berikan dia sebuah hati yang
sungguh mencintai-Mu,
sehingga dia dapat
mencintainya dengan cinta-Mu, bukan
mencintainya dengan sekedar
cinta Berikanlah sifat-Mu yang kuat
sehingga kekuatannya datang
dari-Mu bukan dari luar
dirinya Berikan dia tangan-Mu
sehingga dia selalu berdoa
untuknya. Berikanlah dia penglihatan-Mu
sehingga dia dapat melihat banyak hal baik dalam diri
istrinya dan bukan hal buruk
saja Berikanlah dia mulut-Mu yang
penuh dengan kata-kata
kebijaksanaan-Mu dan
pemberi semangat, sehingga dia dapat
mendukungnya setiap hari,
dan dia dapat tersenyum
padanya setiap pagi. Dan bilamana akhirnya
mereka akan bertemu, aku
berharap mereka berdua
dapat mengatakan "Betapa besarnya Engkau
karena telah memberikan
kepada kami seorang yang dapat membuat
hidup kami menjadi
sempurna". Mereka mengetahui bahwa
Engkau menginginkan
mereka bertemu pada waktu
yang tepat dan Engkau akan membuat
segala sesuatunya indah pada
waktu yang Kau tentukan. Amien.

Seputar Hukum Bersentuhan Apakah Membatalkan Wudhu Menurut Syaikh Ali Raghib

berikut penjelasannya di dalam kitab Ahkamush Sholah :
pada ayat yang berbunyi :
وَإِنْ كُنْتُمْ مَرْضَى أَوْ عَلَى سَفَرٍ أَوْ جَاءَ أَحَدٌ مِنْكُمْ مِنَ الْغَائِطِ أَوْ لامَسْتُمُ النِّسَاءَ فَلَمْ تَجِدُوا مَاءً فَتَيَمَّمُوا صَعِيداً طَيِّباً فَامْسَحُوا بِوُجُوهِكُمْ وَأَيْدِيكُمْ مِنْهُ)(المائدة: من الآية6
Artinya: “Dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayamumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu.” (Qs. 5: 6)
menurut beliau, kata menyentuh pada ayat tersebut bermakna hakiki, bukan bermakna mazazi sehingga tidak bisa diartikan kata menyentuh itu bermakna jima’ atau bersetubuh.
Al-Hakim telah berdalih, bahwa yang dimaksud dengan ( أَوْ لامَسْتُمُ ) dalam ayat di atas adalah bukan bersetubuh, berdasarkan hadits Aisyah:
“Tidak pernah barang sehari atau kurang dari sehari melainkan Rasulullah saw. itu mendatangi kami, lalu beliau mencium dan menyentuh”.
Al-Baihaqi juga telah berdalil dengan hadits Abu Hurairah r.a.:
“Tangan itu zinanya menyentuh”.
Dalam kisah Ma’iz diceritakan:
“Bisa jadi kamu mencium atau menyentuh”.
Dalam hadits Umar dikemukakan:
“Ciuman itu merupakan sentuhan, maka wudlulah kalian karenanya”.
Semua dalil di atas menegaskan, bahwa ayat tersebut menunjukkan makna menyentuh secara hakiki, bukan majazi, yaitu menyentuh atau meraba dengan tangan. Hali ini diperkuat lagi dengan pemehaman para sahabat terhadap ayat ini, yakni bahwa ( أَوْ لامَسْتُمُ ) yang berarti menyentuh (meraba) dengan tangan adalah membatalkan wudlu. Ibnu Umar telah menegaskan, sesungguhnya orang yang mencium isterinya atau menyentuh dengan tangannya, maka ia harus wudlu. Dalam hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud dikemukakan dengan ungkapan:
“Ciuman itu merupakan sentuhan dan karenanya mengharuskan wudlu”.
Sedangkan perihal hadits yang diriwayatkan dari Aisyah: “Sesungguhnya Nabi saw. mencium sebagian isterinya kemudian beliau shalat dan tidak wudlu (lagi)”.
Ternyata semua periwayatannya dha’if meskipun ada ‘ulama yang mesahihkannya seperti nashirudin al abni. Bahkan lebih dari itu, sesungguhnya hadits tersebut berlawanan dengan teks ayat di atas. nah bagaimana dengan hadist-hadist yang bersumber dari Aisyah berikut :
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ فَقَدْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- لَيْلَةً مِنَ الْفِرَاشِ فَالْتَمَسْتُهُ فَوَقَعَتْ يَدِى عَلَى بَطْنِ قَدَمَيْهِ وَهُوَ فِى الْمَسْجِدِ وَهُمَا مَنْصُوبَتَانِ وَهُوَ يَقُولُ « اللَّهُمَّ أَعُوذُ بِرِضَاكَ مِنْ سَخَطِكَ وَبِمُعَافَاتِكَ مِنْ عُقُوبَتِكَ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْكَ لاَ أُحْصِى ثَنَاءً عَلَيْكَ أَنْتَ كَمَا أَثْنَيْتَ عَلَى نَفْسِكَ ».
Dari Abu Hurairah, dari Aisyah, aku kehilangan Rasulullah pada suatu malam dari tempat tidurku lalu kucari-cari. Akhirnya tanganku memegang bagian dalam telapak kaki Nabi. Ketika itu Nabi di masjid dan kedua telapak kakinya dalam posisi tegak. Saat itu Nabi sedang mengucapkan doa, ‘Ya Allah, aku berlindung dengan ridhaMu dari murkaMu dan dengan maafMu dari hukumanMu. Aku berlindung dengan diriMu dari siksaMu. Aku tidak mampu memujimu sebagaimana pujianMu untuk diriMu sendiri’ (HR Muslim no 222).
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ كُنْتُ أَنَامُ بَيْنَ يَدَىْ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- وَرِجْلاَىَ فِى قِبْلَتِهِ فَإِذَا سَجَدَ غَمَزَنِى فَقَبَضْتُ رِجْلَىَّ وَإِذَا قَامَ بَسَطْتُهُمَا – قَالَتْ – وَالْبُيُوتُ يَوْمَئِذٍ لَيْسَ فِيهَا مَصَابِيحُ.
Dari Aisyah, Aku tidur melintang di hadapan Rasulullah yang sedang shalat. Kedua kakiku terletak di arah kiblat. Jika beliau hendak bersujud beliau sentuh kakiku sehingga kutarik kedua kakiku. Jika beliau bangkit berdiri kembali kuluruskan kakiku. Aisyah bercerita bahwa pada waktu itu tidak ada lampu di rumah (HR Bukhari no 375 dan Muslim no 272).
Kedua hadits di atas menunjukan bahwa sentuhan antara laki-laki dan perempuan tidaklah membatalkan wudhu. Seandainya wudhu batal tentu shalat yang Nabi lakukan juga batal.
عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يُقَبِّلُ بَعْضَ أَزْوَاجِهِ ثُمَّ يُصَلِّي وَلَا يَتَوَضَّأُ
Dari Aisyah, sesungguhnya Nabi itu sering mencium salah seorang istri kemudian beliau langsung shalat tanpa mengulang wudhu (HR Nasai no 170 dan dinilai shahih oleh al Albani).
Penjelasannya adalah bahwa Hadits ini juga berlawanan dengan ayat tersebut. Dengan demikian, kedua hadits di atas merupakan kekhususan bagi Nabi saw. Hal ini berdasarkan adanya nash qauli yang berlawanan. Bilamana ada pernyataan dalam Al_qur’an atau hadits, kemudian perbuatan Rasulullah saw. menyalahinya maka perbuatan tersebut merupakan kekhususan bagi beliau, dan hendaknya perbuatan tersebut tidak dijadikan ikutan. Sebab dalam kasus seperti ini, bahwasanya perbuatan Rasulullah saw. tidak pernah berlawanan dengan pernyataan umum yang dikemukakan dalam Al-Qur’an atau hadits. Begitu juga dalam kasus seperti ini tidak boleh dinyatakan, bahwa hadits tersebut berlawanan dengan ayat itu lalu makna yang terkandung dalam hadits yang dijadikan pegangan sekalipun dengan alasan, karena hadits tersebut sebagai tafsir bagi ayat itu. Hal tersebut jangan sampai terjadi, karena lafadz yang dikemukakan dalam ayat di atas tidak bersifat umum kemudian hadits membuatnya bersifat khusus. Begitu pula hal tersebut jangan sampai dikatakan, bahwa ayat di atas bersifat mutlak kemudian hadits membatasinya serta jangan pula dinyatakan, bahwa lafadz dalam ayat di atas merupakan lafadz yang mempunyai banyak arti (musytarak) kemudian hadits menentukan makna yang dikehendaki. Selanjutnya jangan pula dianggap, bahwa lafadz yang bersifat mujmal kemudian hadits memerincinya, atau dianggap sebagai lafadz yang mubham (tidak jelas) kemudian hadits dikatakan sebagai penafsir dan penjelasnya. Semua itu jangan sampai terjadi, sebab lafadz dalam ayat di atas dalalahnya jelas dan hanya memiliki satu makna yang bersifat hakiki, sehingga adanya hadits yang berlawanan dengannya tidak bisa diterima dan sudah barang tentu hadits tersebut harus ditolak dan diarahkan pada makna lain selaras dengan maksud disabdakannya, yaitu bahwa makna yang dikandungnya itu bersifat khusus bagi Nabi saw.
Atas dasar ini, maka ayat di atas dengan jelas menunjukkan bahwa menyentuh perempuan membatalkan wudlu. Hanya saja yang batal wudlunya itu adalah hanya yang menyentuh saja. Sedangkan yang disentuh tidak batal wudlunya. Hal ini dengan alasan, karena ayat di atas menunjukkan bahwa yang batal wudlunya itu hanya yang menyentuh dan tidak bagi yang disentuh, baik ditinjau dari segi mantuq, mafhum, maupun dari segi dalalah.
Alasan ini didukung dan diperkuat lagi oleh hadits yang meriwayatkan, sesungguhnya Aisyah r.a. berkata:
“Aku pernah kehilangan Rasulullah saw. dari tempat tidur (kasur). Kemudian aku bangun mencarinya, maka (ketika itu) tanganku menyentuh telapan kedua kakinya. Pada waktu beliau telah usai dari shalatnya, bersabdalah: Syaitanmu (tindakan tidak baik) telah mendatangimu”.
Dalam riwayat lain dikemukakan dengan ungkapan:
“…, maka (ketika itu) tanganku menyentuh bagian bawah kakinya dan beliau (saat itu) berada di masjid sedang kedua kakinya menjulur dan beliau sedang berdao: (Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada ridha-Mu dari murka-Mu)”.
Hadits ini menunjukkan , bahwa yang disentuh tidak membuat wudlunya batal. Sebab sekiranya yang disentuh wudlunya batal, niscaya Rasulullah saw. memutuskan shalatnya ketika Aisyah menyentuhnya. Dalam kasus ini tidak ada perbedaan antara yang menyentuh itu apakah perempuan atau laki-laki, yakni bahwa yang batal wudlunya adalah yang menyentuh, sedangkan yang disentuh tidak. Akan tetapi bila kulit laki-laki dan perempuan saling bersentuhan, maka keduanya batallah wudlunya. Sebab dalam hal ini keduanya dianggap menyentuh . Adapun bilamana salah seorang diantara keduanya menyentuh rambut lawan jenisnya, atau giginya, atau kukunya, atau ia menyentuh lawan jenisnya dengan gigi, atau rambut, atau dengan kukunya, maka hal itu tidak membatalkan wudlunya kerena kasus ini tidak dianggap menyentuh. Begitu juga tidak membatalkan wudlu, jika seseorang menyentuh perempuan yang masih ada tali kekerabatan yang tidak boleh dikawanini atau belum dewasa, sebagaimana diriwayatkan dalam sebuah hadits:
“Sesungguhnya Nabi saw. pernah shalat sambil memangku Umamah binti Zainab r.a. Maka bila beliau sujud, beliau meletakkannya dan bila berdiri, beliau pun mengangkatnya”.
Umamah saat itu adalah seorang anak perempuan kecil dan mahram atas Nabi saw.; termasuk mahram pula -selain cucu perempuan– perempuan yang ada tali kekerabatan, seperti: ibu, anak perempuan, saudara perempuan, anak perempuan saudara laki-laki, anak perempuan saudara perempuan, bibi dari ayah, bibi dari ibu, sebagaimana termasuk mahram juga, perempuan yang haram dinikahi karena satu susuan, atau karena jadi mertua, anak perempuan isteri. Adapun haram dinikahi untuk sementara, seperti: saudara perempuan isteri, bibi dari pihak ayah dan ibunya, mereka itu dapat membatalkan wudlu ketika disentuhnya.
Kesimpulan
Dari empat pendapat di atas maka pendapat yang paling rajih menurut penulis adalah pendapat Syaikh Ali Raghib bahwa :
1. kata menyentuh yang terdapat di dalam ayat 6 pada surat al Maidah tersebut bermakna hakiki yakni bermakna yaitu menyentuh atau meraba dengan tangan tanpa ada penghalang. bukan bermakna mazaz sebagaimana yang difahami sebagian ‘ulama yakni bermakna jima’ atau bersetubuh. pendapat Syaikh Ali Raghib sejalan dengan pendapat jumhur ‘ulama dan imam madzhab kecuali Imam Abu Hanifah dan lainnya. Alasannya, karena kata Mulamasah dalam surat al-Maidah di atas maknanya adalah jima` bukan bersentuhan kulit. Ini tafsiran dari Ibnu Abbas dan Ali ra. Namun tafsir lain yakni dari Ibnu Umar dan Ibnu Mas`ud bahwa yang dimaksud dengan mulamasah adalah bersentuhan kulit (sentuhan tangan dan ciuman) bukan jimak.
2. Menyentuh seorang wanita yang bukan mahram termasuk isteri adalah batal, baik disertai syahwat ataupun tidak.
3. Yang batal wudhu nya adalah yang menyentuh, bukan yang disentuh. sebagaimana penjelasan yang sudah diuraikan di atas. Hal ini dengan alasan, karena ayat di atas menunjukkan bahwa yang batal wudlunya itu hanya yang menyentuh dan tidak bagi yang disentuh, baik ditinjau dari segi mantuq, mafhum, maupun dari segi dalalah.
4. Jika yang disentuh adalah gigi, atau rambut, atau dengan kukunya, maka hal itu tidak membatalkan wudlunya karena kasus ini tidak dianggap menyentuh.
5. Jika seseorang menyentuh perempuan yang masih ada tali kekerabatan yang tidak boleh dikawanini atau belum dewasa, sebagaimana diriwayatkan dalam sebuah hadits:
“Sesungguhnya Nabi saw. pernah shalat sambil memangku Umamah binti Zainab r.a. Maka bila beliau sujud, beliau meletakkannya dan bila berdiri, beliau pun mengangkatnya”.
Termasuk mahram pula -selain cucu perempuan– perempuan yang ada tali kekerabatan, seperti: ibu, anak perempuan, saudara perempuan, anak perempuan saudara laki-laki, anak perempuan saudara perempuan, bibi dari ayah, bibi dari ibu, sebagaimana termasuk mahram juga, perempuan yang haram dinikahi karena satu susuan, atau karena jadi mertua, anak perempuan isteri. Adapun haram dinikahi untuk sementara, seperti: saudara perempuan isteri, bibi dari pihak ayah dan ibunya, mereka itu dapat membatalkan wudlu ketika disentuhnya.
Wallahu A’lam bis showab.

Manhaj Rasulullah dalam Mengubah Masyarakat

"Tak ada alasan untuk membiarkan umat berada dalam keterpurukan. Terus bergerak menuju perubahan umat. Wujudkan kesejahteraan dan kegemilangan Islam dengan hidup sejahtera di bawah naungan daulah al khilafah Islamiyyah. Dengan Dakwah Islam Pemikiran, Politik, dan Tanpa Kekerasan"



Meraih kekuasaan dari tangan umat adalah thariqah untuk menerapkan syariah Islam. Akan tetapi, cara untuk meraih kekuasaan dari tangan umat harus dilakukan sesuai dengan manhaj (metode) yang telah digariskan oleh Rasulullah Saw.

Di bawah ini adalah prinsip-prinsip dakwah Rasulullah Saw untuk mengubah masyarakat kufur menjadi masyarakat Islamiy.

1. Perjuangan harus dilakukan secara kolektif (amal jama’iy) bukan individual. Perjuangan semacam ini bisa dituangkan dengan cara membentuk harakah, partai, maupun jama’ah yang bersendikan ‘aqidah Islam.

Ini didasarkan pada fakta sejarah perjuangan Rasulullah Saw dan para shahabat. Beliau Saw dan para shahabat merupakan gambaran factual sebuah perjuangan kolektif.

Rasulullah Saw berkedudukan sebagai pemimpin bagi kutlah (kelompok) shahabat yang memimpin para shahabat untuk meruntuhkan rejim kufur saat itu.*3)

Di sisi lain, perjuangan menegakkan kembali sistem Islam tidak mungkin dipikul oleh perjuangan individual, akan tetapi mutlak memerlukan sebuah perjuangan kolektif. Berdasarkan kaedah ushul fiqh, “Tidak sempurnanya suatu kewajiban kecuali dengan sesuatu maka sesuatu itu menjadi wajib.”

Menegakkan sistem Islam adalah kewajiban yang tidak mungkin dipikul oleh gerakan individual, akan tetapi harus diemban oleh sebuah kelompok. Walhasil, adanya kelompok merupakan keniscayaan bagi berhasilnya perjuangan menegakkan sistem Islam.

2. Kelompok tersebut melakukan pembinaan (halaqah) anggota-anggotanya dengan tsaqafah Islam, selanjutnya melakukan interaksi dengan masyarakat. Ini ditujukan agar anggota kelompok tersebut memahami visi dan misi perjuangan, dan agar mereka melebur dengan ‘aqidah dan tsaqafah Islam. Namun, kelompok tidak hanya melakukan pembinaan untuk anggota-anggotanya saja, akan tetapi ia harus membina umat agar umat memahami Islam dan mau mendukung perjuangan untuk melangsungkan kembali kehidupan Islam.

Dengan kata lain, partai Islam harus berjuang sejalan dengan manhaj dakwah Rasulullah Saw, yang dimulai dari (1) pembinaan, (2) berinteraksi dengan masyarakat, (3) mengambil alih kekuasaan melalui umat.

Rasulullah Saw membina para shahabat di rumah Arqam. Beliau juga melakukan halaqah di tempat-tempat yang telah ditentukan. Pembinaan yang dilakukan oleh Rasulullah Saw ditujukan untuk membentuk kepribadian Islam pada diri shahabat. Tidak hanya itu, pembinaan yang dilakukan oleh beliau Saw juga ditujukan agar para shahabat mampu mendakwahkan Islam kepada masyarakatnya.

Beliau dan para shabahat tidak henti-hentinya menyerang kebusukan aqidah-aqidah dan pranata jahiliyyah yang ada di tengah-tengah masyarakat. Beliau dan para shahabat sering menyinggahi pasar-pasar, baitullah, dan tempat-tempat yang sering dituju oleh masyarakat.

3. Parpol Islam harus mempersiapkan pemikiran dan metode untuk menerapkan pemikiran tersebut kepada masyarakat sedetail dan serinci mungkin. Kelompok Islam tidak boleh hanya berbekal semangat belaka untuk melakukan perubahan di tengah-tengah masyarakat.

Kelompok Islam harus bisa menggambarkan secara detail dan rinci bagaimana sistem pemerintahan, peradilan, politik luar negeri dan dalam negeri, sistem ekonomi, sistem hubungan social Islamiy dan lain-lain. Bahkan ia harus sudah mempersiapkan konstitusi Islam yang menggambarkan sistem Islam secara utuh.

4. Partai atau kelompok tersebut hanya mendakwahkan pemikiran-pemikiran dan hukum-hukum yang lahir dari ‘aqidah dan hukum Islam. Partai tidak akan menerima pemikiran-pemikiran yang sudah disusupi oleh ideologi-ideologi, pranata, maupun tata nilai yang bertentangan dengan Islam. Partai politik Islam juga tidak boleh tunduk dengan syarat-syarat yang tidak Islam; misalnya syarat bahwa partai harus mengakui paham-paham kufur, atau tidak boleh mengubah sistem yang ada dengan sistem Islam.

Al-Quran telah menyatakan dengan sangat jelas;

“Wahai orang-orang yang beriman masuklah kamu kepada Islam secara menyeluruh. Dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaithan. Sesungguhnya syaithan itu musuh yang nyata bagi kamu.” (Qs. al-Baqarah [2]: 208).

Dalam menafsirkan ayat ini Imam Abu al-Fida' Isma'il Ibnu Katsir menyatakan, “Allah SWT memerintahkan hamba-hambaNya yang mukmin dan mempercayai Rasul-Nya, untuk mengambil seluruh ikatan dan syari'at Islam, mengerjakan seluruh perintah-Nya serta meninggalkan seluruh larangan-Nya, selagi mereka mampu.”*4) Sedangkan Imam 'Abdullah bin Ahmad bin Mahmud An-Nasafiy, menafsirkan bahwa yang dimaksud dengan ayat tersebut adalah berserah diri dan ta'at, yakni berserah diri dan ta'at kepada Allah atau Islam.

Diriwayatkan dari Ikrimah, firman Allah di atas diturunkan pada kasus Tsa'labah, 'Abdullah bin Salam, dan beberapa orang Yahudi yang lain. Mereka mengajukan konsensi kepada nabi untuk diijinkan memuliakan hari Sabtu sebagai hari besar orang Yahudi (hari Sabath). Kemudian dijawab oleh Allah dengan ayat di atas.*5) Selanjutnya Imam Thabariy menyatakan bahwa Ikrimah telah menjelaskan dengan pengertian sebagaimana yang kami katakan dalam hal itu. Bahwa ta'wil ayat di atas adalah seruan kepada orang-orang mu'min untuk menolak semua perkara yang tidak lahir dari hukum Islam. Ayat ini juga memerintahkan kaum muslim agar melaksanakan semua syari'at Islam dan melarang kaum muslim untuk melenyapkan hukum-hukum Islam meskipun sebagian hukum saja.*6)

5. Perubahan yang diusung oleh gerakan tersebut haruslah berupa perubahan yang bersifat menyeluruh, bukan parsial. Perubahan harus diarahkan kepada perubahan system, bukan perubahan yang digantungkan kepada perubahan personal atau moral.

Inilah prinsip-prinsip dasar dalam memperjuangkan penerapan Islam di tengah-tengah kehidupan. Masalah ini harus dijadikan focus perhatian setiap gerakan Islam yang ingin berdakwah sesuai dengan manhaj dakwah Rasulullah Saw. Sungguh, apabila parpol-parpol Islam memperjuangkan Islam sesuai dengan manhaj dakwah Rasulullah Saw, tentu mereka akan mendapatkan pertolongan dari Allah SWT. Sebaliknya, jika mereka tidak berjuang sejalan dengan manhaj dakwah Rasulullah Saw, mereka akan menuai kegagalan.

Dari seluruh penjelasan di atas kita bisa menyimpulkan bahwa pemilu dan parlemen sekarang ini bukan jalan syar’iy untuk memperjuangkan penerapan syariat Islam. Akan tetapi, jalan syar’iy untuk melakukan perubahan masyarakat adalah manhaj dakwah Rasulullah Saw.